Dulu, arak-arakan pengantin menaiki kuda dengan iringan seni terbangan menjadi pemandangan yang tak terlupakan dalam setiap pesta pernikahan di Jawa. Namun, Mempelai berdua ini Masih antusias nguri-uri budaya jawa. Sebut, Arifin (Wadang) dan Khalimatus (Sarawun) Kecamatan Ngasem Bojonegoro, 26 Desember 2024 diarak menggunakan Kuda yg menempuh jarak sekitar 2 KM dari kediaman mempelai wanita.
Gambaran pengantin perempuan dan laki-laki yang gagah dan anggun duduk di atas pelana kuda, diiringi alunan gamelan yang merdu, serta para pengiring terbangan dg Lantunan sholawat khas adalah potret keindahan tradisi Jawa yang begitu memikat. Namun, seiring berjalannya waktu, pemandangan indah ini semakin sulit ditemukan. Pesona kuda dan terbangan dalam pernikahan Jawa perlahan mulai pudar, tergerus oleh modernisasi.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Kelangkaan.
Beberapa faktor utama berkontribusi terhadap semakin langka-nya tradisi arak-arakan pengantin dengan kuda dan terbangan. Di antaranya:
1. Perubahan Gaya Hidup: Masyarakat modern cenderung memilih gaya hidup yang lebih praktis dan efisien. Proses persiapan arak-arakan kuda yang membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar dianggap merepotkan.
2. Kurangnya Minat Generasi Muda: Generasi muda saat ini lebih tertarik pada tren pernikahan yang modern dan unik, seperti pernikahan dengan konsep internasional atau pernikahan dengan tema tertentu.
3. Keterbatasan Sumber Daya: Menyelenggarakan arak-arakan kuda membutuhkan biaya yang cukup besar, mulai dari sewa kuda, kostum, hingga honorarium untuk para personil terbangan. Hal ini menjadi kendala bagi sebagian besar masyarakat.
4. Kurangnya Pelestarian Budaya: Kurangnya perhatian dan upaya pelestarian dari pemerintah dan masyarakat juga menjadi faktor penyebab kelangkaan tradisi ini.
Dampak Negatif Kelangkaan Tradisi.
Hilangnya tradisi arak-arakan kuda dan terbangan tidak hanya berdampak pada hilangnya sebuah tontonan yang menarik, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas, yaitu:
1. Hilangnya Identitas Budaya: Tradisi ini merupakan bagian penting dari identitas budaya Jawa. Hilangnya tradisi ini berarti hilangnya pula salah satu kekayaan budaya bangsa.
2. Menurunnya Apresiasi terhadap Seni Tradisional: Semakin jarangnya masyarakat menyaksikan pertunjukan seni terbangan, maka akan semakin berkurang pula apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional ini.
3. Terancamnya Kelangsungan Hidup Seniman: Para penari terbangan dan seniman gamelan yang mengiringi arak-arakan akan kehilangan mata pencaharian jika tradisi ini terus mengalami penurunan.
Upaya Pelestarian.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, masih ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan tradisi arak-arakan kuda dan terbangan, antara lain:
1. Sosialisasi dan Edukasi: Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama generasi muda, tentang pentingnya melestarikan budaya.
2. Pemberdayaan Seniman: Memberikan pelatihan dan dukungan kepada para seniman terbangan agar dapat terus mengembangkan kemampuan dan kreatifitas mereka.
3. Kerjasama dengan Pemerintah: Meminta dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendukung pelestarian budaya, seperti memberikan insentif bagi masyarakat yang masih melestarikan tradisi ini.
4. Pemanfaatan Media Sosial: Memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan keindahan tradisi arak-arakan kuda dan terbangan, serta mengajak

Gambar istimewa
Arak-arakan kuda dan terbangan adalah warisan budaya yang sangat berharga. Kita perlu bersama-sama berupaya untuk melestarikannya agar generasi mendatang masih dapat menikmati keindahan dan keunikan tradisi ini. (dhon)